Cari Blog Ini

Jumat, 09 Juli 2021

Dua Tumpeng sebagai syarat buka kantor DPC

Peradi Jombang Tasyakuran dua tumpeng untuk syarat buka kantor

Jombang, dpcperadijombang.blogspot.com.- Tasyakuran dalam rangka peresmian kantor DPC PERADI Jombang dilaksanakan dengan sederhana dan hidmat. Jum’at(9/7/2021)

Dengan duduk lesehan dikarpet dan dengan tetap memakai protokol kesehatan acara berlangsung khidmat,

Acara diawali dengan istighosah pendek dengan membaca surat Al-Insyirah, An Nashr, Al kautsar serta ditutup surat Al Mu’awwidzat. dipimpin oleh Ketua H. Siswoyo dan ditutup do’a.

Kantor DPC PERADI Jombang yang terletak di Jalan Gus Dus Simpang 3 Blok B-17, bersebelahan dengan Kantor LBH ADIL Jombang.

Kantor tersebut rencananya juga dipakai kantor bersama PBH PERADI dan YLC. Letaknya sangat stretegis di depan kampus Undar sekaligus memiliki lahan parkir yang luas.

DPC PERADI kepengurusan periode 2021-2024 berkomitmen untuk memfasilitasi kantor sekretariatan sementara satu tahun kedepan dengan harapan tahun kedua bisa mencari tempat lain sekaligus mulai berpikir untuk memiliki kantor sendiri permanen yang direncanakan akhir periode 2024 sudah terealisasi.

H.M. Siswoyo, SH., MH. Selaku Ketua DPC PERADI Jombang meminta rekan-rekan advokat peradi bisa menggunakan kantor DPC ini dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa juga dibuat janjian dengan klien atau kegiatan lain yang positip.

“silakan rekan-rekan menggunakan kantor ini, saya pribadi tidak melarang jika nantinya dipakai janjian pertemuan dengan klien ya monggo?. Diatas ada satu kamar dan satu ruangan yang bisa dipakai oleh PBH serta YLC nantinya”, Ungkap Siswoyo.

Sugiarto, selaku sekretaris DPC sekaligus yang memandu acara mengatakan bahwa,  Acara Tsyakuran sengaja dilaksanakan sebagai tradisi jawa menempati rumah baru, semoga dengan tsyakuran serta do’a-do’a yang dipanjatkan bisa memberikan keberkahan pada kantor DPC PERADI kedepannya

Lebih lanjut sugiarto berpesan agar kantor DPC ini bisa diramaikan oleh teman-teman terutama untuk berkegiatan organisasi atau diskusi-diskusi ringan, sehingga keberadaan kantor ini ada manfaatnya.

“jangan sampai pak sis yang sudha menyewa dengan nilai yang besar untuk kantor ini akhirnya muspro karena kantor sepi, tidak ada yang nyobo”, begitu dia menghimbau.

Fasilitas kantor memang masih belum lengkap hanya meja dan kursi serta sanyo Pump air, selebihnya masih belum ada, sehingga kedepan perlu partisipasi dari para advokat yang ingin menghibahkan sesuatu yang bisa digunakan disamping meminta inventaris kantor lama sumbangan dari DPN untuk bisa menjadi inventaris kantor Simpang tiga.


dalam sambutannya haji Siswoyo, menyampaikan bahwa DPC Peradi telah menyerahkan 57 berkas KTPA perpanjangn ke DPN, diharapkan bagi Rekan-rekan yang belum mengumpulkan perpanjangan syarat KTPA bisa berkoordinasi dengan Sekretaris DPC.

Jumlah anggota keseluruhan DPC PERADI tahun 2019 mencapai  57 angggota ditambah penyumpahan 2021 menjadi 64 anggota, namum diprediksi akan bertambah seiring perpindahan domisili anggota masuk ke DPC Jombang. (wasek) 



 

Sabtu, 05 Juni 2021

HBH DPC PERADI JOMBANG BERLANGSUNG HANGAT

Halal Bi Halal sambil Rembukan hal urgen terkait KTPA dan lainnya

Jombang (dpcperadijombang.blogspot.com)- Acara Halal Bi Halal sekaligus Rapat Anggota Peradi Jombang dilaksanakan Sabtu(5/6/2021), bertempat di Bale Notarius Hj. Sri Suhartatik yang beralamat di Jl. Cak Durasim 11 Jombang. Undangan via Whasapp dan lesan telah disebar disampaikan melalui media facebook, WA, Grup facebook Dpc Peradi Jombang.

Acara dibuka pukul 14.15 wib oleh Sekretaris dpc Sugiarto, SH, dilajutkan sambutan dari Ketua dpc peradi jombang H.M. Siswoyo, SH.,MH. Dalam sambutannya ketua dpc menjelaskan tentang kronologis cerita kontrak di simpang tiga blok e tujuhbelas jombang serta menggugah komitmen kebersamaan anggota dalam menjalankan roda organisasi lima tahun kedepan.

Siswoyo menjelaskan bahkan berani menggaransi kalau untuk sementara waktu setidaknya satu tahun bisa menempati kantor di simpang tiga tersebut tanpa ada masalah. Ketua juga bersumpah tidak akan menggunakan peradi untuk backing kepentingan pribadi.

kedepan ketua Peradi Jombang juga berharap dengan semangat kebersamaan para anggota nantinya bisa membeli tanah untuk kantor Peradi secara permanen dan tidak perlu kontrak lagi.

“dari sekarang kita sudah harus mulai ada greget untuk memiliki kantor sendiri. adapun caranya bisa kita upayakan melalui sumbangan keikhlasan anggota, serta memaksimalkan iuran anggota’, Tegas siswoyo.

Dia optimis dalam waktu tiga tahun kedepan dpc peradi akan bisa memiliki kantor sendiri atau setidak-tidaknya selama periode kepengurusan hingga 2026 cita-cita memiliki kantor sendiri yang permanen akan bisa direalisasikan.

Lebih lanjut Ketua dpc juga berharap upaya ini mendapatkan dukungan dari semua anggota sehingga kepengurusan dpc yang berikut-berikutnya sudah tidak perlu mempersoalkan kantor sekretariatan lagi dan alamat dpc akan permanen, tidak berpindah seiring dengan bergantinya kepengurusan.

Acara dilanjutkan tausiyah yang disampaikan Suharno, SH. Gus harno begitu biasa disapa menjelaskan pentingnya menjaga ukhuwah diantara sesama apalagi sesama advokat dijombang, sehingga setiap persoalan akan bisa diselesaikan serta senantiasa selalu mengingatkan teman apabila prilaku atau perbuatannya menjurus hal negatif sehingga tidak ikut menanggung dosa karena setidaknya sudah gugur kewajiban mengingatkan kabaikan.

Hadir dalam HBH yang digelar perdana oleh DPC sebanyak 30 anggota peradi jombang. Ada beberapa anggota yang ijin karena ada kepentingan lain termasuk anggota yang mendadak meninggalkan tempat karena orang tuanya sedang opname di surabaya.

Ike Kusmarini selaku bendahara juga diberikan kesempatan waktu untuk menjelaskan rekening dpc Peradi yang baru selesai diurus, dia berharap para anggota peradi yang nantinya akan membayar iuran anggota bisa langsung transfer ke rekening Bank Jatim dengan Nomor rekening : 0112052003 A/n. PERADI DPC JOMBANG.

“nantinya teman-teman advokat kalau ingin membayar iuran anggota bisa langsung transfer ke nomor rekening dpc, sehingga bisa akuntabel dan muncul kepercayaan anggota”, tandasnya.

Terakhir sesi tanya jawab,dan  acara diakhiri pukul 16.00 wib dengan pembacaan do’a yang dibacakan Ja’far Shodiq Maksum. (wasek)




 




Jumat, 04 Juni 2021

RAPAT PBH PENGURUS BARU SEKALIGUS SERAH TERIMA STEMPEL DAN REKENING

Rakor Perdana PBH PERADI Jombang, sekaligus serah terima stempel dari pengurus lama

Jombang- (dpcperadijombang.com). Bertempat di cafe Padang Bulan Desa Mojongapit, Jum’at(4/6/2021) pengurus PBH PERADI Jombang melakukan rapat pengurus. Rapat perdana dihadiri 13 orang pengurus terdiri dari pengurus inti, koordinator Divisi dan penasehat.

Acara diawali pembukaan yang dipandu oleh Sekretaris PBH Adv. Malik Mahardika dilanjutnya sambutan ketua PBH Demisioner Adv. Adang Dwi Widagdo. Selanjutnya prakata Ketua PBH PERADI 2021-2024 Adv. Eko wahyudi.

Dalam sambutannya Adang D Widagdo selaku mantan ketua PBH menyampaikan optimisnya PBH periode ini akan bisa berjalan dengan baik, karena mendapatkan dukungan penuh dari DPC, hal mana tidak terjadi pada kepengurusannya bahkan terkesan PBH saat dia menjadi ketua dianggap musuh yang harus dijegal. Dia berpesan PBH kedepan harus lebih baik apalagi banyak peluang-peluang yang bisa dimainkan untuk lebih membesarkan peran PBH.

“saya optimis PBH kali ini akan bisa berjalan lebih baik karena mendapatkan dukungan dari DPC, bahkan nantinya akan bisa seatap kantor dengan DPC, sehingga kegiatannya akan bisa disinergikan dan berjalan harmonis”, Ungkapnya.

Eko wahyudi sebagai pemegang mandat mengucapkan terimakasih atas capaian kerja pengurus lama serta mengucapkan terimakasih atas komitmen pengurus baru yang hadir dalam rapat perdana kali ini, dia berharap kedepan bisa melanjutkan program PBH yang sudah terlaksana dan akan melakukan program-program lain yang nanti akan dirumuskan dan disepakati dalam rapat kerja.

“PBH kedepan diharapkan tidak sampai berjalan sendiri meninggalkan DPC, dia berharap PBH bisa selalu mengiringi gerak kerja DPC. Kalau DPC jalan cepat ya kita ikut jalan cepat, kalau DPC jalan lambat ya kita ikut jalan lambat, pokoknya gak usah mendului”,ujarnya.

Dalam kesempatan itu secara simbolis dilakukan serahterima Rekening PBH, Stempel dan Kartu NPWP dari Adang kepada Eko. Selanjutnya karena bendaharanya tetap palupi maka perubahan  rekening tinggal menyertakan SK terbaru bersama ketua PBH.

Selanjutnya diskusi santai terkait langkah-langkah taktis untuk menghidupkan PBH agar kedepan bisa mengakses program pemerintah termasuk Posbakum baik di PN maupun di PA.

PBH akan memperkuat komitmen layanan probono sebagai komitmen nasional untuk memberikan layanan bantuan hukum Gratis bagi masyarakat miskin. Acara ditutup dengan foto bersama. (udn)




 

Kamis, 03 Juni 2021


 UNDANGAN HBH DPC PERADI JOMBANG

Masih dalam suasana Idul Fitri 1442H. DPC PERADI Jombang bakan menggelar acara Halal Bi Halal, sekaligus tasyakuran atas terbitnya  SK kepengurusan DPC Jombang periode 2021-2026.

direncanakan bertempat di Bale Notarius yang beralamat di Jl. Cak Durasim 11, Kepanjen, Jombang hari Sabtu (5/6/2021) pukul 13.00 wib sampai selesai.

Dalam acara tersebut sekaligus akan digunakan untuk membincangkan hal-hal yang urgen terkait dengan mandat Kepengurusan yang baru sekaligus langkah-langkah strategis yang harus segera ditempuh guna menggerakkan roda organisasi kembali. 

diketahui DPC PERADI kepengurusan sebelumnya kurang bisa berjalan dengan baik, terbukti hingga berakhir masa kepengurusan belum punya rekening Organisasi, belum ada kantor sekretariatan yang mandiri, tidak pernah ada prosesi pelantikan sebagai spirit organisasi.

tidak berjalannya roda organisasi periode sebelumnya akan menjadi modal sekaligus cambuk penyemangat kepengurusan yang baru untuk bisa menorehkan sejarah keberhasilan, sehingga PERADI menjadi organisasi yang disegani dan diperhitungkan di Kabupaten Jombang. (Wasek)

Kamis, 20 Mei 2021

TAFSIR TETANG PENGANGKATAN SUMPAH ADVOKAT YANG DIUSULKAN OA SELAIN PERADI

 

PENGANGKATAN SUMPAH ADVOKAT YANG DIUSULKAN SELAIN PERADI DAN PELANGGARAN SUMPAH JABATAN KETUA MAHKAMAH AGUNG RI

(Oleh: Shalih Mangara Sitompul)

A.    Latar Belakang

                Mahkamah Konstitusi baru saja memutuskan perselisihan tentang wewenang Pembinaan dan Pengawasan Profesi Advokat yang tidak kunjung usai. Dalam putusannya yang terakhir yakni putusan Nomor 35/PUU-XVII/2018, Mahkamah Konstitusi kembali menegaskan setidaknya 4 (empat) hal terkait itu : (1) pertama, bahwa persoalan apakah para Advokat sebaiknya dibina di bawah naungan satu organisasi (single bar) ataupun banyak organisasi (multi bar) system, sepenuhnya adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi hak Pemerintah dan DPR dengan memperhatikan aspirasi profesi Advokat; (2) kedua, penegasan bahwa PERADI adalah Organisasi Advokat yang berhak untuk menjalankan 8 (delapan) wewenang Pembinaan dan Pengawasan Profesi Advokat; (3) ketiga, Penegasan bahwa para Advokat tidak dilarang untuk mendirikan wadah organisasi Advokat selain PERADI, namun tidak berarti organisasi yang didirikan tersebut berwenang menjalankan 8 (delapan) wewenang Pembinaan dan Pengawasan Profesi Advokat; (4) keempat, Penegasan bahwa urusan Penyumpahan Advokat yang diusulkan oleh Organisasi Advokat selain PERADI harus dikoordinasikan dengan PERADI[1].

 

                Namun demikian, meskipun Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa sumpah Advokat selain PERADI itu harus dikoordinasikan dengan PERADI, pada faktanya Mahkamah Agung tetap menerima Pengangkatan sumpah Advokat yang diusulkan secara langsung oleh Organisasi Advokat selain PERADI. Diterimanya pengusulan sumpah oleh selain PERADI itu didasarkan kepada Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 tentang sumpah Advokat. Ketentuan Angka 6 dari surat tersebut secara eksplisit membolehkan pengusulan sumpah Advokat yang disampaikan oleh Organisasi Advokat selain PERADI sebagai berikut : “bahwa terhadap Advokat yang belum bersumpah atau berjanji, Ketua Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penyumpahan terhadap Advokat yang memenuhi persyaratan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 atas permohonan dari beberapa Organsasi Advokat yang mengatasnamakan Peradi dan Pengurus Organisasi Advokat lainnya hingga terbentuknya Undang-Undang Advokat yang baru”.

 

                Tindakan Ketua Mahkamah Agung yang tetap mempertahankan keberlakuan Surat Ketua MA Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 memunculkan pertanyaan sebab Ketua Mahkamah Agung yang secara nyata menolak melaksanakan perintah putusan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi telah secara tegas menyatakan bahwa yang berkedudukan dan berwenang membina Advokat termasuk dalam hal ini mengusulkan penyumpahan Advokat hanyalah PERADI, Namun setiap pengusulan sumpah Advokat yang diajukan organisasi Advokat selain PERADI tetap diterima dan dilaksanakan Penyumpahannya. Atas sikap ketua MA yang menolak merevisi ataupun mencabut surat tersebut, dapatkah dikatakan bahwa ketua Mahkamah Agung telah secara nyata melanggar sumpah jabatannya? Jika benar demikian, apa tanggung jawab hukum yang dapat dikenakan kepada ketua Mahkamah Agung RI?

B.     Sumpah Jabatan dan Negara Hukum

Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah rechstaat yang pernah diulas oleh Frederich Julius Stahl yang salah satu cirinya adalah “pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar”. Dari pengakuan itu membawa konsekuensi bahwa semua tindak tanduk negara harus ada dasar hukumya dan harus selaras dengan amanat undang-undang dasar, termasuk ketika akan mengangkat seseorang untuk menduduki suatu jabatan publik.

 

Pengucapan sumpah atau janji jabatan dalam pelantikan pejabat publik adalah sebagai konsekuensi dari negara hukum, sebab Substansi sumpah berisi janji setia kepada hukum. Sumpah jabatan mencerminkan hal-hal sebagai berikut :

 

1.     Pertama, penegasan bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berpangkal kepada hukum (rule of law) bukan kepada seseorang (rule of men). Pengambilan sumpah jabatan tersebut pada saat yang sama juga menegaskan asas equality before the law atau persamaan kedudukan semua orang di hadapan hukum sehingga tidak ada seorangpun yang berada di atas hukum (no one above the law). Sekalipun pejabat yang bersumpah itu akan mendapatkan wewenang dalam ranah hukum publik yang bersifat imperatif (memaksa untuk dipatuhi), namun tidak lantas membuatnya berada dalam kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan warga negara lainnya. Di mata hukum kedudukannya tetap sama dan tidak lebih tinggi daripada kedudukan hukum orang lain pada umumnya. No one above the law juga bermakna bahwa terlepas segala kedudukan dan wewenang yang ia miliki karena jabatannya, hukum tetap dapat menindaknya apabila terbukti melakukan pelanggaran;

2.     Kedua, sumpah jabatan adalah janji atas pembatasan kekuasaan. Kekuasaan besar yang dimiliki seorang pejabat dibatasi oleh apa-apa yang dibolehkan dan dilarang oleh hukum. Para sarjana hukum memandang perlu membatasi kekuasaan karena sejarah telah membuktikan bahwa sifat dasar kekuasaan cenderung digunakan secara sewenang-wenang (corrupt). Karena itu untuk mencegah agar kekuasaan tidak dipergunakan secara sewenang-wenang harus ada pembatasan baik dari segi jangka waktu kepemilikan atas kekuasaan itu dan maupun ruang lingkup kekuasaannya. Sumpah setia kepada hukum adalah sebuah janji untuk mempergunakan wewenang dalam jabatan terbatas hanya untuk kepentingan hukum dan bukan untuk kepentingan pribadi (personal interest);

3.     Ketiga, sumpah jabatan sekaligus berfungsi sebagai kontrol publik. Sumpah setia kepada hukum memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menilai kredibilitas dan akuntabilitas pejabat publik. Dengan adanya sumpah tersebut, masyarakat dapat menilai kesesuaian antara sumpah dan janji yang diucapkan dengan pelaksanaannya di lapangan. Apabila ternyata melenceng dari sumpahnya, maka masyarakat menjadi memiliki ukuran untuk menilai apakah pejabat publik yang bersangkutan masih layak dipertahankan untuk menjalankan jabatannya atau selayaknya diberikan sanksi dan diganti.

C.     Sumpah Jabatan Ketua Mahkamah Agung

Sama halnya dengan pejabat-pejabat negara lainnya, sebelum menjalankan wewenang, tugas dan fungsinya, Ketua Mahkamah Agung diwajibkan untuk mengambil sumpah jabatan (oath of office). Kewajiban itu tertera jelas dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dimana dikatakan:

Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik- baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa

 

Dari bunyi sumpah tersebut, Seorang Ketua Mahkamah Agung berjanji untuk setidaknya melaksanakan 3 (tiga) hal yakni : (1) pertama, Memenuhi Kewajiban Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan Seadil-adilnya; (2) kedua, Memegang teguh UUD Tahun 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945; (3) ketiga, Berbakti kepada nusa dan bangsa. Menjadi pertanyaan kemudian, jika ketua Mahkamah Agung melakukan tindakan yang melanggar salah satu dari ketiga poin sumpahnya itu, apa konsekuensi hukum yang akan diterima olehnya?. Dapatkah pelanggaran itu menjadi dasar untuk memberikan sanksi administrasi berat bahkan sampai memberhentikannya dari jabatan Ketua?.

 

Jika ditelusuri seluruh ketentuan tentang pelanggaran sumpah jabatan, tidak akan ditemukan satupun pasal yang mengatur tentang konsekuensi hukum jika ketua MA melanggar sumpah jabatannya itu. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Satu-satunya ketentuan yang mengatur tentang pelanggaran sumpah hanya diatur untuk jabatan hakim agung saja. Pasal 11 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Hakim Agung dapat diberhentikan tidak dengan hormat dalam masa jabatannya apabila salah satunya : “d. Melanggar sumpah atau janji jabatan”. Sementara satu-satunya pasal yang mengatur tentang pemberhentian ketua Mahkamah Agung hanyalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, dimana Ketua Mahkamah Agung dapat diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena alasan : (1) meninggal dunia, (2) telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun; (3) atas permintaan sendiri secara tertulis; (4) sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut-turut yang dibuktikan dengan surat dokter; atau (5) ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

 

Dengan kata lain, satu-satunya ketentuan dalam Undang-Undang Mahkamah Agung yang mengatur tentang konsekuensi pelanggaran sumpah jabatan hanya ditujukan kepada Hakim Agung saja, namun terhadap ketua Mahkamah Agung masih menyisakan pertanyaan sebab tidak terdapat satupun pasal yang mengatur konsekuensi hukum jika ketua Mahkamah Agung melakukan tindakan yang secara nyata bertentangan dengan sumpah jabatannya. Betulkah pelanggaran sumpah Ketua Mahkamah Agung tidak dapat dikenakan sanksi apapun?

 

D.    Pengangkatan Sumpah Advokat Selain PERADI Wujud Pelanggaran Sumpah Ketua MA

Sebagaimana telah diutarakan di awal tulisan ini, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang kemudian dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XVII/2018 telah menegaskan bahwa PERADI adalah satu-satunya Organisasi Advokat yang berwenang untuk melaksanakan 8 (delapan) wewenang Pembinaan dan Pengawasan Profesi Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat, termasuk salah satu di dalamnya adalah wewenang untuk mengusulkan sumpah Advkoat ke Pengadilan Tinggi. Dalam kenyataannya, Pengusulan Sumpah Advokat oleh Organisasi Selain PERADI ternyata tetap bisa dilakukan dan dibolehkan oleh Mahkamah Agung dengan landasan hukum berupa Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 tentang sumpah Advokat. Meskipun telah ditegaskan tidak berwenang oleh Mahkamah Konstitusi, Poin 6 Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 itu secara tegas membolehkan pengusulan sumpah Advokat oleh Organisasi manapun selain PERADI. Meski jelas-jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada tanda-tanda Ketua Mahkamah Agung akan mencabut surat tersebut.

 

Pertanyaan selanjutnya adalah dapatkah sikap Ketua Mahkamah Agung yang mempertahankan Surat tersebut dipandang sebagai pelanggaran atas sumpah Jabatan? Tentu saja hal itu benar adanya. Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan yang diambil dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan nilai-nilai Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena itu, ketika Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan putusannya, Mahkamah Agung juga turut terikat dengan putusan tersebut sebab dengan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi itu, Mahkamah Agung telah memenuhi sumpah jabatannya yang akan “Memegang teguh UUD Tahun 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945”. Sebaliknya, Jika Mahkamah Agung mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, maka Pengabaian atas putusan Mahkamah Konstitusi secara nyata berarti mengabaikan sumpah jabatannya sendiri.

 

Terlebih ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum”. Dengan kata lain, putusan Mahkamah Konstitusi berkedudukan setara dengan undang-undang yang mengikat umum termasuk ketua Mahkamah Agung RI dan berlaku secara kedepan secara prospektif. Karena itu, ketika putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XVII/2018 keluar pada tanggal 07 Oktober 2018. Maka sejak saat itu semestinya Mahkamah Agung menindaklanjutinya dengan melakukan revisi ataupun mencabut Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015.

 

Pada faktanya, hingga saat ini Mahkamah Agung tidak menindaklanjuti hal itu sehingga pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi itu jelaslah sebuah pelanggaran atas sumpah jabatan yang telah dia ucapkan. Namun demikian, mengacu kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, atas pelanggaran sumpah jabatannya itu, tidak ada satupun ketentuan pasal yang memuat sanksi yang dapat dikenakan kepada Ketua Mahkamah Agung. Padahal dua cabang kekuasaan lainnya yakni Kepala Eksekutif (presiden)[2] dan maupun kepala Legislatif (DPR)[3] sama-sama dapat di-remove dari kantor dan kedudukannya apabila terbuki melanggar sumpah jabatan. Mengapa Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang kedudukannya sangat vital karena menyangkut hak atas keadilan masyarakat justru tidak terdapat sanksi jika melanggar sumpah jabatannya? Hal itu menjadi kekurangan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 yang dapat ditindaklanjuti dengan legislative review yang dapat ditindaklanjuti dengan revisi/penggantian ataupun melalui judicial review untuk dapat memperluas tafsir konsekuensi hukum jika hakim agung melanggar sumpah jabatannya mutatis mutandis juga berlaku kepada jabatan Ketua[4].

 

Bahwa tindakan Ketua Mahkamah Agung mempertahankan SK Ketua MA Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 jelaslah melanggar sumpah jabatannya. Pelanggaran atas sumpah jabatan itu adalah pelanggaran dalam ranah hukum administrasi sehingga layaknya dua jabatan sebelumnya, sanksi yang dapat dikenakan juga adalah berupa sanksi administrasi. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku saat itu, atas “tindakan” nya itu tidak dapat diproses untuk diberikan sanksi administrasi sebab tidak ada satupun ketentuan yang mengatur tentang hal itu. Ketiadaan aturan untuk memprosesnya tentu saja membuat tidak ada sanksi yang dapat dikenakan kepada jabatan ketua Mahkamah Agung atas “tindakan” nya itu.

 

Di sisi lain, terhadap produknya sendiri yakni SK Ketua MA Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 secara hukum tetap dapat dilakukan upaya hukum pembatalan baik melalui upaya administratif dengan mengajukan keberatan kepada Ketua Mahkamah Agung dan dikuatkan pula dengan Rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, upaya pembatalan dapat pula ditempuh dengan mengajukan permohonan fiktif positif kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam tempo 10 (sepuluh hari) yang terlewati setelah terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Ketua Mahkamah Agung agar merevisi/mencabut SK Ketua MA Nomor: 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015.







1Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-XVII/2018.,hal 318

2Presiden dapat di-impeached kalau terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana disebutkan Pasal 7A yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya. Meskipun tidak disebutkan melanggar sumpah jabatannya, namun pelanggaran-pelanggaran itu jika dilakukan secara nyata juga berarti melanggar sumpah jabatannya yang berjanji memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti keapda nusa dan bangsa

3Pasal 87 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2017 mengatakan Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila...b. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR

4Jika ditelusuri kepada ketentuan Undang-Undang MA di masa lalu, pelanggaran sumpah oleh Ketua Mahkamah Agung ternyata ada sanksinya, namun ketentuan itu dihapuskan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Lihat ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yakni Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Mahkamah Agung dengan alasan: d. Melanggar sumpah atau janji jabatan . Dalam perubahannya yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, ketentuan Pasal 12 itu ternyata masih dipertahankan, sebagaimana dikatakan Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan: d. Melanggar sumpah atau janji jabatan

 

MUSCAB II DPC PERADI JOMBANG

MUSYAWARAH CABANG KE-II

DPC PERADI JOMBANG

(Sabtu, 10 April 2021)

bertempat di Ballroom Hotel Yusro, Jl. Sukarno Hatta No. 25 Jombang sukses terlaksana prosesi peralihan kepemimpinan pengurus DPC Peradi 2016-2021 kepada kepengurusan yang baru 2021-2026.

H. Mohammad Siswoyo, SH., MH. terpilih dengan perolehan suara terbanyak mengungguli 4 kandidat lainnya, setelah sebelumnya 2 kandidat ( Farid Fathoni dan Mohamad Sholahuddin) mengundurkan diri. selanjutnya bersama ketua DPC demisioner dan nominasi perolehan suara terbanyak kedua ditetapkan sebagai Tim Formatur.


 saat ini SK kepengurusan DPC PERADI Jombang kepengurusan 2021- 2026 telah disahkan oleh DPP berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Nasional PERADI Nomor : KEP.098/PERADI/DPN/IV/2021 tertanggal 30  April 2021. tentang Pengangkatan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jombang Masa Jabatan 2021 - 2026.

dalam waktu dekat akan dilaksanakan pelantikan pengurus DPC PARADI JOMBANG.

Dua Tumpeng sebagai syarat buka kantor DPC

Peradi Jombang Tasyakuran dua tumpeng untuk syarat buka kantor Jombang, dpcperadijombang.blogspot.com.- Tasyakuran dalam rangka peresmian ka...